Minggu, 04 Desember 2011

Kasus Don Bosco

Kasus Don Bosco Bukti Pengetahuan Soal HIV Masih Rendah 

Pentingnya pembelajaran secara menyeluruh bagi masyarakat dan tidak pandang bulu terhadap siapapun oleh pemerintah atau pihak penyelenggara pendidikan. Sehingga masalah DISKRIMINASI seperti ini dapat dicegah. 
 
Bramirus Mikail | Asep Candra | Sabtu, 3 Desember 2011 | 11:16 WIB
 
JAKARTA, KOMPAS.com - Stigma terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA) terbukti masih sangat kuat tertanam di masyarakat.  Kasus yang menimpa Im, buah hati dari pasangan Fajar Jasmin Sugandhi dan Leonnie F Merinsca yang ditolak masuk ke SD Don Bosco merupakan efek dari masih minimnya pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS.

Menurut Prof Dr Zubairi Djoerban, SpPD-KHOM dari Pusat Pelayanan Terpadu HIV/AIDS RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, stigma dan diskriminasi terhadap ODHA sebenarnya tidak perlu terjadi apabila masyarakat mendapatkan edukasi dan informasi yang lengkap dengan benar.

"Menurut saya ini, karena ketidaktahuan. Rupanya kita balik lagi ke awal, karena ternyata tidak semua orang tua teredukasi dengan benar," ujar Prof Dr Zubairi, saat dimintai komentar perihal kasus yang menimpa Im, Jumat, (2/12/2011).

Zubairi menjelaskan bahwa masyarakat seharusnya memahami bahwa penularan HIV tidaklah semudah yang dibayangkan. Jalur penularannya pun hanya melalui 4 (empat) cara yakni melalui penularan seksual, jarum suntik narkotika (dipakai bersamaan), melalui ibu melahirkan yang terinfeksi HIV, dan transfusi darah yang tidak diuji saring.

"Di luar itu tidak. Apakah dari piring, sendok, makanan, baju, gigitan nyamuk dan keringat. Ini berarti menunjukkan, apa yang sudah kita omongin dan jelaskan tentang HIV belum cukup," jelasnya.

Fajar Jasmin yang merupakan ayah dari Im mengakui secara terbuka bahwa dirinya terinfeksi HIV positif.  Tetapi Im sejauh ini tidak diketahui terinfeksi HIV seperti ayahnya. Namun hanya dengan alasan anak seorang pengidap HIV, Im ditolak masuk ke sekolah yang berlokasi di kawasan Kelapa Gading tersebut.

Perlu dukungan
Sementara itu dr. Ekarini Aryasatiani, SpOG, Ketua Pokja HIV/AIDS, RSUD Tarakan Jakarta Pusat, mengaku sangat menyayangkan masih adanya perlakuan diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS.
Menanggapi kasus yang menimpa Im, Eka berpendapat, baik sekolah maupun orang-orang di sekitarnya seharusnya tidak memperlakukan Im berbeda dengan anak yang lain.  Apalagi orang tua Im mengaku bahwa anaknya tidak mengidap HIV.

"Stigma itu kan nggak benar. Harusnya jauhi penyakitnya, bukan jauhi orangnya. Sementara kalau misalnya dia memang positif, dia justru harus dikasih support untuk terus minum obat," cetusnya.

Eka menegaskan, dirinya sangat tidak setuju dengan keputusan SD Don Bosco yang menolak Im untuk bersekolah di sana. Apalagi diketahui Im tidak terinfeksi HIV. Ketakutan pihak sekolah dan orang tua murid menurutnya sangat tidak beralasan dan dianggap sebagai tindakan yang bodoh.

"Sebenarnya anak ini tidak bermasalah, jadi kenapa harus dijauhi. Itu menggambarkan betapa bodohnya orang-orang di sekolah tersebut dan pengetahuan tentang HIVnya sangat rendah," tegasnya.
Kasus stigma yang menimpa Im lanjut Eka bukanlah yang pertama dan satu-satunya. Masih banyak perlakuan tidak adil dan tidak manusiawi pada orang dengan HIV dalam kehidupan bermasyarakat.

Eka menegaskan, yang dibutuhkan ODHA saat ini adalah sebuah komitmen jangka panjang berupa dukungan baik dari keluarga dan lingkungan sekitarnya.

"Pemerintah dan masyarakat belum siap untuk berkomitmen seperti itu. Masyarakat harus bisa menerima orang dengan HIV di dalam keluarganya dengan komitmen jangka panjang, karena orang seperti ini harus di support seumur hidup," tandasnya.

SEMOGA Bermanfaat. Salam Berkah.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar